Feeds:
Pos
Komentar
oleh: 

Syaikh Prof. Yusuf Al-Qardhawi

Pendapat Para Ulama Senior Al-Azhar tentang Syi’ah

                Pada kesempatan kali ini saya ingin mengatakan bahwa semua penjelasan saya tentang Syi’ah ini bukan semata-mata pendapat saya sendiri. Akan tetapi merupakan pendapat para ulama senior Al-Azhar terhadap Syi’ah. Seperti Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf (mantan Mufti Mesir), Syaikh Muhammad ‘Arfah (anggota Lembaga Ulama Senior dan mantan ketua Divisi Bimbingan dan Penerangan Al-Azhar), Syaikh Jadul Haq Ali Jadul Haq (mantan Mufti Mesir dan Grand Syaikh Al-Azhar), Syaikh Athiyah Shaqr (ketua Komisi Fatwa Al-Azhar), Syaikh Dr. Abdul Mun’im An-Namir (Wakil Syaikh Al-Azhar dan mantan Menteri Waqaf Mesir).
                Akan tetapi karena keterbatasan tempat, tidak memungkinkan bagi saya untuk menyebutkan seluruh perkataan para ulama senior tersebut yang berkompeten di dalam masalah ilmu dan memiliki peranan di dalam melakukan perbaikan di dalam hidup mereka. Tidak pernah ada tuduhan yang diarahkan kepada mereka, baik tuduhan fanatisme maupun tuduhan konservatif (tertutup).
                Syaikh Makhluf telah menyebutkan macam-macam Syi’ah. Di antaranya: Syi’ah Imamiyah Itsna ’Asyariyyah yang berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW telah membuat wasiat bahwa Ali harus menjadi khalifah setelah beliau wafat. Karena Ali adalah ahli waris beliau. Kelompok Syi’ah ini berani mencela para sahabat, terutama Abu Bakar dan Umar. Bahkan mereka juga berani mengafirkan para sahabat. Mereka juga berkeyakinan bahwa imamah itu hanya terbatas kepada imam mereka yang berjumlah dua belas orang yang mereka yakini kemaksumannya dan mereka meyakini Imam Mahdi akan muncul ke dunia ini, dsb.
                Syaikh Makhluf berkata, ”Ajaran Islam tidak pernah mengajarkan keyakinan seperti ini, baik secara global maupun secara terperinci. Lanjut Baca »

(1) Fatwa Imam Malik (93-179 H) guru Imam Syafi’i, Imam Darul-Hijrah, 1 dari 4 Imam Utama Ahlus-Sunnah:

Imam al-Khalal (w.311 H) meriwayatkan dari Imam Abu Bakar al-Marwadzi, ia berkata: aku pernah mendengardari Imam Malik rahimahullah:

 روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سمعت أبا عبد الله يقول : قال مالك : الذى يشتم اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم ليس لهم اسم او قال نصيب فى الاسلام.( الخلال / السنة: ۲،٥٥٧ )

 “Siapa saja yang kalian saksikan mencaci maki sahabat Nabi yang mulia, maka saksikanlah bahwa mereka itu tidak termasuk golongan Islam.” (Kitabus Sunnah Imam Al-Khalal, Juz 2:557)

(2) Fatwa Imam as-Syafi’i Rahimahullah (150-204 H)

 عن يونس بن عبد الأعلى يقول: سمعتُ الشافعي إذا ذُكر الرّافضةُ عَابَهُمْ أَشَدَّ الْعَيْبِ فَيَقُوْل شَرَّ عِصَابَةِ

 Dari Yunus bin Abdil A’la, beliau berkata: “Saya telah mendengar Imam Syafi’i, apabila disebut nama Syi’ah Rafidhah, maka ia mencelanya dengan sangat keras, dan berkata: “Syiah itu Kelompok terjelek.” Manaqib Imam as-Syafii oleh Imam Baihaqi, Juz 2:486

 لمَ ْأَرَ أَحَدًا أَشْهَدُ بِالزُّوْرِ مِنَ الرَّافِضَةِ

“Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi palsu dari Syi’ah Rafidhah”. (Adâbus Syâfi’i, hlm. 187, al Manaqib as Syafi’i oleh Imam Baihaqi, Juz 1: 468, Sunan al Kubrâ, Juz 10:208

قاَلَ الشَّافِعِيُّ فِى الرَّافضَةِ يَحْضُرُ اْلوَقِعَةِ: لاَيُعْطَى مِنَ اْلفَيْئِ شَيْئًا ِلأَنَّ اللهَ تَعَالَى ذَكَرَ أَيَة اْلفَيْئِ ثُمَّ قَالَ: وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ ﴿الحشر:10﴾ فَمَنْ لَمْ يَقُلْ بِهَا لَمْ يَسْتَحِقَّ

 Imam as-Syafi’i berkata tentang seorang Syiah Rafidhah yang ikut berperang:

“Tidak diberi sedikit pun dari harta rampasan perang, karena Allâh Ta’ala menyampaikan ayat fa’i (harta rampasan perang), kemudian menyatakan: “Danorang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, …”. (Qs. al-Hasyr/59 : 10) maka barang siapa yang tidak menyatakan demikian, tentunya tidak berhak (mendapatkan bagian fa’i).” at Thabaqât, Juz 2:117 Lanjut Baca »

PENDAHULUAN

Tidak mungkin untuk membahas hadis Ghadir Khum tanpa memahami pertama kali konteks tertentu di mana Nabi (صلى الله عليه وآله وسلم) mengatakan apa yang dia katakan. Ini adalah pedoman umum yang berkaitan dengan kanon Islam secara keseluruhan: penting untuk mengetahui latar belakang di mana suatu ayat Alquran diturunkan atau suatu hadis tertentu dikatakan.

Misalnya, ayat Quran “bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka” sering digunakan oleh orientalis untuk menyalahgunakan dan menjadikannya tampak seolah-olah Islam menganjurkan pembunuhan orang di mana saja dan kapan saja anda menjumpai mereka. Tentu saja, jika kita melihat ketika ayat ini diturunkan, kita menemukan bahwa ayat itu adalah khusus diwahyukan pada pertempuran antara Muslim dan Mushriks Quraisy, hal ini membuat kita menyadari bahwa hal itu bukanlah hukum umum untuk membunuh orang tetapi ayat tersebut diwahyukan pada situasi tertentu.

Demikian juga, Hadis Ghadir Khum hanya dapat dipahami dalam konteks pada peristiwa apa ia diucapkan:

Sekelompok tentara sangat keras mengkritik Ali bin Abi Thalib (رضى الله عنه) pada masalah tertentu, dan berita ini sampai kepada Nabi (صلى الله عليه وآله وسلم), yang kemudian Beliau berkata apa yang Beliau katakan dalam hadis Ghadir Khum. Seperti orientalis, para propagandis Syiah berupaya untuk menghapus latar belakang konteks di mana Hadis tersebut dikatakan untuk memberikan gambaran yang sama sekali berbeda (dan menyesatkan). Lanjut Baca »

روى الكليني في أصول الكافي هذه الرواية عن الحمار

وهي أن الرسول صلى الله عليه وسلم مسح على كفل حماره فبكي الحمار، وسأله النبي صلى الله عليه وسلم مايبكيك؟ فرد الحمار قائلا، حدثني أبي عن جدي عن أبيه عن جده عن الحمار الأكبر الذي ركب مع نوح في السفينة أن نبي الله نوح مسح على كفله وقال، يخرج من صلبك حمار يركبه خاتم النبيين. فالحمد لله الذي جعلني ذلك الحمار.

Diriwayatkan dari Al Kulaini dalam Ushulul Kaafiy sebuah riwayat hadits dari keledai, bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mengusap pantat seekor keledai, maka keledai itu menangis, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata : ” Apa yang menyebabkanmu menangis ? ” maka berkata keledai tersebut : ” Telah menceritakan kepadaku ayahku dari kakekku dari ayahnya dari kakeknya dari keledai yang paling besar bahwa : ” Dia pernah bersama Nuh di dalam perahu dan Nabi Allah Nuh alaihi sallam mengusap pantatnya dan berkata : ” Akan keluar dari sulbimu seekor keledai yang akan dinaiki oleh penutup para Nabi. Dan segala puji bagi Allah yang telah menjadikanku sebagai keledai tersebut.” 

Ushulul Kaafiy 1/237, Baab : Maa ‘indal Aimmah min Silaahi Rasuulillah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wamataa’ihi hadits ke-9

Apakah ada keanehan dan kejanggalan lain yang lebih parah dari riwayat Syi’ah Rafidhah, lihatlah :

1. Syi’ah menolak riwayat ahlussunnah semisal Al Imam Al Bukhari – Al Imam Muslim dan yang selainnya – bahkan riwayat shahabat seperti Abu Hurairah radhiallahu anhu ditolak oleh mereka, dan bersamaan dengan itu menerima riwayat dari keledai ke keledai ke keledai dan seterusnya.  Lanjut Baca »

Tema ini secara khusus diperuntukkan bagi siapapun yang memiliki cara pandang yang kritis mengenai pembagian kelompok syiah di dalam menjalankan dakwahnya. Syiah biasanya terbagi menjadi dua kelompok, yang masing-masing kelompok memiliki tujuan yang sama. Namun, kelompok kedua lebih berbahaya, tokoh yang termasuk ke dalam kelompok ini yaitu Khomenei. Khomenei memiliki keyakinan dan niat yang sangat jahat di dalam hatinya, namun yang nampak keluar sebaliknya. Dia berbicara mengenai “Persatuan” dan “Cinta” antara syiah imamiyah dan Ahlussunnah. Namun terkadang “topeng indah” ini tersingkap oleh tokoh lain dari kalangan syiah sendiri. Seperti yang pembaca ketahui bahwa syiah dalam bentuk aslinya tidak akan mampu menyebar kepada muslim lainnya (Ahlussunnah) dan non muslim. Inilah sebab utama mereka menyembunyikan hakikat asli ajarannya.

Syiah harus mengelabui manusia hingga sampai ke bawah kulitnya agar memperoleh kepercayaan dan loyalitasnya, kemudian setelah itu barulah memuntahkan racun ajarannya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman: (yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan. (Al-Ahzab: 39)

Imam syiah terbiasa melakukan dusta dan taqiyyah yang seakan-akan mereka tidak pernah membaca ayat ini,  sepertihalnya yang bisa ditemukan di hadist-hadist dusta dan taqqiyyah yang dinisbatkan oleh syiah kepada para imam dan Demi Allah, mereka (para imam) tidak bersalah sama sekali atas tuduhan ini. Namun agama syiah lah yang memilih untuk mengambil jalan yang penuh kedustaan. Lanjut Baca »

 أَلَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ نَبِيٌّ بَعْدِي

Tidakkah engkau rela kedudukanmu dariku seperti kedudukan Harun dari Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku.

Hadist ini memiliki banyak riwayat, diantaranya:

  1. Shahih Bukhari 4064: Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Syu’bah dari Al Hakam dari Mush’ab bin Sa’ad dari Bapaknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menugasi Ali bin Abu Thalib untuk menjaga kaum muslimin ketika terjadi perang Tabuk.” Ali berkata; “Ya Rasulullah, mengapa engkau hanya menugasi saya untuk menjaga kaum wanita dan anak-anak?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Tidak inginkah kamu hai Ali memperoleh posisi di sisiku seperti posisi Harun di sisi Musa, padahal sesudahku tidak akan ada nabi lagi?” Abu Daud berkata; Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al Hakam Aku mendengar Mus’ab.
  2. Shahih Muslim 4419: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami Ghundar dari Syu’bah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al Hakam dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash dari Sa’ad bin Abi Waqqash dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menugasi Ali bin Abu Thalib ketika terjadi perang Tabuk.” Lanjut Baca »

1. ‘Ali radhiallahu’anhu Adalah Orang yang Paling Berani Setelah Rasulullah

Tidak ayal lagi bahwa ‘Ali bin Abu Thalib radhiallahu’anhu termasuk Sahabat yang pemberani. Bahkan, termasuk singa Allah subhanahu wata’ala dan pedang-Nya yang Dia hunuskan atas orang-orang musyrik. Fakta tersebut bukanlah tema bahasan kita di sini, tetapi bahasan kita lebih kepada pembuktian atas kebenaran pernyataan bahwa ‘Ali radhiallahu’anhu adalah Sahabat Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam yang paling berani.

Pernyataan bahwa ‘Ali merupakan Sahabat yang paling berani tidak bisa diterima begitu saja, mengingat keberanian bisa ditafsirkan dengan dua makna: Pertama, keteguhan dan ketegaran hati; dan kedua, kekuatan fisik untuk berperang. Yang pertama inilah keberanian yang sesungguhnya, adapun yang kedua hanya menunjukkan kekuatan badan. Tidak setiap orang yang kuat badannya berhati teguh, tetapi setiap yang teguh hatinya pasti berbadan kuat.

Oleh sebab itu, Anda bisa mendapati seseorang yang mampu membunuh banyak musuh tatkala bersama beberapa orang yang mampu membuatnya merasa aman, namun hatinya menjadi gundah dan takut tatkala sendirian. Sebaliknya, Anda juga bisa mendapati seseorang yang hatinya tetap tegar meskipun tidak banyak musuh yang terbunuh di tangannya; dia tetap teguh pendirian dalam kondisi yang menakutkan, dan maju terus menghadapi berbagai hal yang tidak disukainya. Karakter terakhirlah yang dibutuhkan oleh para pimpinan, panglima perang, apalagi pasukan yang berada di garis depan. Lanjut Baca »

Sesungguhnya orang yang merenungkan akidah ahlussunnah dan syiah, maka akan berkesimpulan sebagai berikut:

1]. Yang bisa dipahami dari akidah Ahlus Sunnah, bahwa Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam diutus kepada seluruh manusia dan bahwa para pengikutnya meriwayatkan sunnahnya kepada orang setelah mereka.

Sedangkan yang bisa dipahami dari akidah Syi’ah, bahwa Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam diutus kepada Ali radhiallahu’anhu, bahwa Allah subhanahu wata’ala menunjukkan dan menegaskan wasiat untuk Ali radhiallahu’anhu, dan bahwa perintah menyampai­kan maknanya adalah menyampaikan wasiat sehingga tidak boleh mengambil ilmu kecuali dari Ali radhiallahu’anhu. Denganbegitu, seluruh ajaran agama yang disampaikan dari selain Ali radhiallahu’anhu berarti bukanlah agama.

2]. Yang dapat dipahami dari akidah Ahlus Sunnah, bahwa memahami agama dimungkinkan bagi setiap orang dan setiap orang dapat menjadi seorang yang alim dan mengemban tugas.

Sedangkan akidah Syi’ah mensyaratkan adanya orang ma’shum (yang terjaga dari melakukan dosa dan kesalahan) yang dijadikan rujukan. Ini artinya bahwa di setiap belahan bumi harus ada orang ma’shum agar dapat dijadikan rujukan, sebab bagaimana mungkin seseorang yang berada di belahan timur atau barat bisa mengamalkan (yang benar dari) permasalahan-permasalahan yang dihadapi?!

Manakala ia (orang yang jauh dari sang Imam itu) boleh ber-ijtihad tanpa keberadaan sang Imam, maka apa perlunya keberadaan si ma’shum?

3]. Ahlus Sunnah mengagungkan para sahabat yang merupakan pembawa agama ini dan mujahidin di jalannya, mereka telah menaklukkan bumi di belahan timur dan barat, yang menjaga al-Qur’an dan as-Sunnah serta menyampaikannya ke seluruh dunia. Lanjut Baca »

Dia adalah Wasil atau Walid (1). Di forum Islamic-forum.net, dia berdiskusi dengan salah seorang sunni yang bernama Farid. Mereka berdua dikenal keilmuannya di dalam ilmu hadist. Tema yang diangkat pada diskusi itu adalah tentang Abu Hurairah (perawi sunni) Vs Ibrahim bin Hashim Al-Qummi (perawi syiah). Kedua perawi ini banyak meriwayatkan hadist yang banyak terdapat di kitab hadist sunni dan syiah. Diskusi tersebut dimulai pada tanggal 11 agustus 2011 dan berakhir pada tanggal 8 desember 2011. Diskusi dapat dilihat di Munazara: Farid vs Wasil (Walid) Most Significant Narrator: Abu Huraira vs Ibrahim bin Hashim Al-Qumm

Berikut ini adalah kutipan pernyataan taubat wasil saat berdiskusi dengan Hani, salah seorang anggota di forum tersebut. Hani mengatakan bahwa kutipan ini ia sampaikan dengan seizin wasil:

#33 Posted 22 May 2012 – 04:54 PM

ME:
…two things pushed me away from them, one is more important than the other:

1-They lie even to their closest friends, and I found out a bit too late that my best friends who were Shia were lying to me the whole time, and we had a fight, and they insulted everything I hold dear to me and I couldn’t defend my religion because I was clueless at the time.

2-The extreme sadness and hatred in their Madhab, which is reflected in their hearts and attitudes towards us, I can’t believe that this beautiful religion can produce such great deep hatred, I thought to myself this can’t possibly have come from Allah. Lanjut Baca »

Kitab Mut’atu al-Nisaa’i fii al-Kitaabi wa al-Sunnah – Ja’far Subhani

أخرج الترمذي انّ رجلاً من أهل الشام سأل ابن عمر عن المتعة، فقال: هي حلال
Tirmidzi mengeluarkan/meriwayatkan bahwa seorang laki-laki dari Syam bertanya kpd Ibn Umar ra tentang “MUT’AH”. Ibnu Umar ra menjawab, “dia halal”

Kemudian di bawahnya ada catatan kaki, yaitu Sunan Tirmidzi juz 3 hal 186 hadits no. 824
versi online : http://imamsadeq.com/ar.php/page,530BookAr110P2.html#47

Kita bandingkan dengan apa yang terdapat dalam Sunan Tirmidzi juz 3 hadits no 824, cetakan Musthafa al-Halabi (halaman 176) : Lanjut Baca »