Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘syubhat dan bantahannya’ Category

PENDAHULUAN

Tidak mungkin untuk membahas hadis Ghadir Khum tanpa memahami pertama kali konteks tertentu di mana Nabi (صلى الله عليه وآله وسلم) mengatakan apa yang dia katakan. Ini adalah pedoman umum yang berkaitan dengan kanon Islam secara keseluruhan: penting untuk mengetahui latar belakang di mana suatu ayat Alquran diturunkan atau suatu hadis tertentu dikatakan.

Misalnya, ayat Quran “bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka” sering digunakan oleh orientalis untuk menyalahgunakan dan menjadikannya tampak seolah-olah Islam menganjurkan pembunuhan orang di mana saja dan kapan saja anda menjumpai mereka. Tentu saja, jika kita melihat ketika ayat ini diturunkan, kita menemukan bahwa ayat itu adalah khusus diwahyukan pada pertempuran antara Muslim dan Mushriks Quraisy, hal ini membuat kita menyadari bahwa hal itu bukanlah hukum umum untuk membunuh orang tetapi ayat tersebut diwahyukan pada situasi tertentu.

Demikian juga, Hadis Ghadir Khum hanya dapat dipahami dalam konteks pada peristiwa apa ia diucapkan:

Sekelompok tentara sangat keras mengkritik Ali bin Abi Thalib (رضى الله عنه) pada masalah tertentu, dan berita ini sampai kepada Nabi (صلى الله عليه وآله وسلم), yang kemudian Beliau berkata apa yang Beliau katakan dalam hadis Ghadir Khum. Seperti orientalis, para propagandis Syiah berupaya untuk menghapus latar belakang konteks di mana Hadis tersebut dikatakan untuk memberikan gambaran yang sama sekali berbeda (dan menyesatkan). (lebih…)

Read Full Post »

 أَلَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ نَبِيٌّ بَعْدِي

Tidakkah engkau rela kedudukanmu dariku seperti kedudukan Harun dari Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku.

Hadist ini memiliki banyak riwayat, diantaranya:

  1. Shahih Bukhari 4064: Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Syu’bah dari Al Hakam dari Mush’ab bin Sa’ad dari Bapaknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menugasi Ali bin Abu Thalib untuk menjaga kaum muslimin ketika terjadi perang Tabuk.” Ali berkata; “Ya Rasulullah, mengapa engkau hanya menugasi saya untuk menjaga kaum wanita dan anak-anak?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Tidak inginkah kamu hai Ali memperoleh posisi di sisiku seperti posisi Harun di sisi Musa, padahal sesudahku tidak akan ada nabi lagi?” Abu Daud berkata; Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al Hakam Aku mendengar Mus’ab.
  2. Shahih Muslim 4419: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami Ghundar dari Syu’bah; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al Hakam dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash dari Sa’ad bin Abi Waqqash dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menugasi Ali bin Abu Thalib ketika terjadi perang Tabuk.” (lebih…)

Read Full Post »

1. ‘Ali radhiallahu’anhu Adalah Orang yang Paling Berani Setelah Rasulullah

Tidak ayal lagi bahwa ‘Ali bin Abu Thalib radhiallahu’anhu termasuk Sahabat yang pemberani. Bahkan, termasuk singa Allah subhanahu wata’ala dan pedang-Nya yang Dia hunuskan atas orang-orang musyrik. Fakta tersebut bukanlah tema bahasan kita di sini, tetapi bahasan kita lebih kepada pembuktian atas kebenaran pernyataan bahwa ‘Ali radhiallahu’anhu adalah Sahabat Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam yang paling berani.

Pernyataan bahwa ‘Ali merupakan Sahabat yang paling berani tidak bisa diterima begitu saja, mengingat keberanian bisa ditafsirkan dengan dua makna: Pertama, keteguhan dan ketegaran hati; dan kedua, kekuatan fisik untuk berperang. Yang pertama inilah keberanian yang sesungguhnya, adapun yang kedua hanya menunjukkan kekuatan badan. Tidak setiap orang yang kuat badannya berhati teguh, tetapi setiap yang teguh hatinya pasti berbadan kuat.

Oleh sebab itu, Anda bisa mendapati seseorang yang mampu membunuh banyak musuh tatkala bersama beberapa orang yang mampu membuatnya merasa aman, namun hatinya menjadi gundah dan takut tatkala sendirian. Sebaliknya, Anda juga bisa mendapati seseorang yang hatinya tetap tegar meskipun tidak banyak musuh yang terbunuh di tangannya; dia tetap teguh pendirian dalam kondisi yang menakutkan, dan maju terus menghadapi berbagai hal yang tidak disukainya. Karakter terakhirlah yang dibutuhkan oleh para pimpinan, panglima perang, apalagi pasukan yang berada di garis depan. (lebih…)

Read Full Post »